Ficky Septian Ali Seorang Suami, Blogger, Penulis Paruh Waktu, Storyteller, Pemuda Hijrah dan Banyak Lagi.

Aku Mencintaimu Karena Allah

2 min read

Aku Mencintaimu Karena Allah

Mungkin diantara kita sesama muslim sudah sering mendengar kalimat “Aku Mencintaimu Karena Allah”.

Ya. Kita bisa ucapkan kalimat ini kepada saudara-saudara muslim kita, bahkan hukumnya wajib. Ketika seseorang membuat kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka ia telah berikrar untuk saling mencintai satu sama lain.

Cinta adalah penghubung di antara kaum muslimin dan cinta adalah sebab dari indahnya ukhuwah dalam dekapan sesama Mukmin.

Ketika kita berbicara tentang cinta, maka sebaiknya kembali kepada ajaran Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam. Agama kita telah mengatur tentang cinta dan menjadikannya sebagai ruh dari semua amalan.

Cinta adalah bagian dari ibadah dan tidak akan pernah bisa dipisahkan.

Cinta adalah sebab pelukan erat seorang ibu kepada anak bayinya yang baru lahir.

Cinta adalah benih yang membuat peradaban kita masih ada sampai hari kiamat.

Cinta adalah kepingan rindu yang dibawa oleh seorang istri yang ditinggal suaminya safar.

Tanpa cinta, hati kering; bagaikan ladang yang tidak pernah diguyur hujan bertahun-tahun lamanya.

Adapun cinta yang paling berat timbangannya di Mizan, adalah cinta kepada Allah dan mencintai sesuatu karena Allah.

Dan adapun orang-orang yang paling beruntung di Yaumul Mizan adalah orang-orang yang dicintai oleh Allah.

 

Kisah Fathimah Binti Qais dan Kecintaannya Kepada Allah

Fathimah binti Qais adalah salah satu Shahabiyah (sahabat wanita) yang berpandangan luas. ia termasuk di antara wanita-wanita yang hijrah pada gelombang pertama.

Ketika Fathimah binti Qais telah habis masa ‘iddahnya dan dua orang laki-laki datang melamarnya, maka ia mengadu kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.

Fathimah binti Qais berkata,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya masa ‘iddahku telah selesai dan datang dua orang laki-laki melamarku. Mereka adalah Muawiyah dan Abu Jahm. Bagaimana pendapatmu, Rasulullah?”

Beliau Rasulullah berkata kepada Fathimah,

“Wahai Fathimah, Adapun Abu Jahm itu tidak cocok denganmu karena tongkatnya selalu berada di atas pundaknya. Ia biasa memukul istri. Sedangkan Mu’awiyah itu miskin (tidak memiliki banyak harta). Maka menikahlah saja dengan Usamah bin Zaid.” Fathimah berkata, “Aku awalnya enggan.” Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan, “Menikahlah dengan Usamah.” Akhirnya, aku memilih menikah dengan Usamah, lantas Allah mengaruniakan dengan pernikahan tersebut kebaikan. Aku pun berbahagia dengan pernikahan tersebut.

[HR. Muslim no. 1480]

Fathimah adalah seorang wanita yang cerdas dan cantik, terbukti dari kecantikannya itu datang dua orang laki-laki untuk melamarnya. Salah satu diantaranya adalah Mu’awiyah yang memiliki wajah tampan.

Namun, kecintaan Fathimah kepada Allah dan Rasulullah telah membawanya untuk menikah dengan Usamah. Padahal sebelumnya ia tidak menyukai Usamah.

Fathimah pun pernah berkata,

“Demi Allah pagi itu tidak ada laki-laki yang paling aku benci, melebihi bencinya aku kepada Usamah. Kenapa aku harus menikah dengannya? Tetapi karena aku mentaati perintah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, maka Allah jadikan Usamah menjadi laki-laki yang paling aku cintai.”

Fathimah pun merasakan kebagaiaan dari cintanya kepada Usamah karena Allah.

Semoga kita bisa mengambil faidah dari kisah ini. Kita perlu tahu, bahwasanya kecintaan dan kebencian ada ditangan Allah Azza wa Jalla. Allah akan memberikan cinta kepada yang mentaati-Nya dan Allah akan menanamkan saling benci kepada yang tidak mendurhakai-Nya.

Cinta dan benci harus dilandaskan karena Allah.

 

Aku Mencintaimu Karena Allah

Adapun kita sebagai seorang manusia katanya tidak bisa hidup tanpa cinta. Kita hidup untuk mencintai dan selalu ingin dicintai.

Kita terkadang lupa untuk memulai kisah cinta dari mana.

Teman-teman yang aku cintai, marilah untuk memulai cinta dengan mentaati Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.

Kita yang saat ini mungkin sedang lupa, mari mengingat hal ini kembali.

Beberapa waktu yang lalu, aku pun begitu. Aku pernah lupa bagaimana untuk mencintai dan dicintai, sampai aku ingat untuk memulainya dari Allah dan Rasulnya.

Sehingga aku pun tidak berharap cinta, kecuali dicintai dan diridhoi oleh Allah.

Aku pun kembali Allah dan Allah mempertemukan aku dengan seorang wanita muslimah. Ia adalah perempuan yang sangat asing dan aku tidak memiliki informasi sedikit pun tentangnya.

Lantas, aku takut untuk memilihnya.

Kemudian di antara rasa takut itu, Allah menggerakan hatiku untuk datang bertemu bapaknya.

Hingga akhirnya seorang perempuan itu pun tepat hari ini telah menjadi istriku.

Siapa yang menyangka?

Sebuah bahtera yang hampir karam, akhirnya menepi pada sebuah daratan. Ia telah ridho terombang-ambing di lautan yang menghancurkan dirinya perlahan. Rasa cintanya kepada Allah mengalahkan semua rasa sakit yang dideritanya.

Bahtera ini telah menemukan pelabuhan cinta pertama dan terakhirnya.

Terima kasih telah membuat hatiku berlabuh.

Wahai Istriku! Izinkan aku untuk pertama kali dan seterusnya berkata tentang ini.

Kataku,

“Aku mencintaimu karena Allah”

Semoga kita bisa saling mencintai karena Allah dan senantiasa mendapatkan pertolongan-Nya.

Aamiin.

 

Yogyakarta, 22 Maret 2020.

Ficky Septian Ali

 

Artikel ini ditulis untuk istriku tercinta, Nisa Husnainna.

 

Gambar:

 

Ficky Septian Ali Seorang Suami, Blogger, Penulis Paruh Waktu, Storyteller, Pemuda Hijrah dan Banyak Lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *