Cara Mengimani Sifat Datangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala

Cara Mengimani Sifat Datangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala – Sebagai seorang muslim, kita sepatutnya mengerti bagaimana cara mengimani sifat datangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu harus sesuai dengan keagungan Allah Ta’ala.  Di mana keagungan Allah ialah telah menciptakan seluruh alam semesta beserta isinya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy; Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.”
[QS. Al-A’raf: 54]

cara mengimani sifat datangnya Allah
cara mengimani sifat datangnya Allah

Setelah mengetahui betapa agungnya Allah Ta’ala, Rabb semesta alam, Sang Penguasa jagat raya, alangkah baiknya kita tahu bagaimana cara mengimani sifat datangnya Allah.

Bentuk iman terhadap sifat datangnya Allah tidak serta merta sesuai dengan kehendak atau hawa nafsu kita. Ada ketentuan yang harus dihindari seorang muslim dalam mengimani sifat datangnya Allah.

Dalam Mengimani Sifat Datangnya Allah, Kita Tidak Boleh Bersikap:

1. Tamtsil

Tamtsil yaitu menyamakan atau menyerupakan nama atau sifat Allah dengan nama atau sifat makhluk-Nya. Dengan kata lain seluruh zat Allah itu disamakan dengan seluruh zat makhluk-Nya.

Menyamakan sebagian sifat atau zat Allah dengan makhluk-Nya saja sudah dilarang. Sebagai contoh: menyamakan tangan Allah seperti tangan si Fulan atau menyamakan rupa Allah layaknya rupa si Fulan.

Seorang muslim dalam mengimani sifat datangnya Allah, harus ditekankan tanpa melakukan Tamtsil. Tidak berkhayal atau berangan-angan menyerupakan zat Allah dengan sesuatu yang pernah dilihatnya di dunia. Karena zat Allah itu sangat berbeda dengan apa yang ada di dunia, sehingga tidak semena-mena dalam membayangkan-Nya.

Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman yang artinya,

“…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah)…”
[QS. Asy-Syura: 11]

 

2. Tahrif

Tahrif merupakan menyimpangkan makna atau sifat Allah dari yang sebenarnya tanpa dalil. Dapat dikatakan juga menyimpangkan pada makna-makna yang diinginkan dengan selera hawa nafsu manusia. Hawa nafsu hanya akan membawa seorang muslim memaknai sifat Allah di luar nalar dan keilmuannya.

Sudah menjadi kewajiban seorang muslim dalam memaknai suatu hal harus dengan bersandarkan pada dalil yang shahih. Tentu saja kita tidak diperkenankan untuk melakukan penafsiran menurut hawa nafsu kita, karena dapat mendahului Allah dan Rasulullah.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya,

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah engkau mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
[QS. Al-Hujurat: 1]

 

Baca juga artikel populer lainnya: Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah


3. Takyif

Takyif adalah menentukan hakikat tertentu dari sifat-sifat Allah. Bisa dibilang menerangkan keadaan yang ada padanya sifat atau mempertanyakan. Seperti “Bagaimana sifat atau zat Allah itu?” dan menanyakan “Bagaimana Allah bersemayam?”.

Takyif itu menggambarkan bagaimananya, karena kita belum pernah melihat Allah dan tidak melihat apa yang serupa dengan Allah, serta tidak ada informasi akurat dari Nabi.

Dengan demikian kita tidak menolak karena sifat ini diterangkan oleh Allah dalam Al-Quran sifat kedatangan Allah. Sehingga kita mengimani sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah jelaskan.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya,

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
[QS. Al-Isra’:36]


Penutup

Demikian artikel ini ditulis dari hasil review ceramah satu menit Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. di Youtube dengan judul “Cara Mengimani Sifat Datangnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala” yang dipublikasikan pada 13 Agustus 2020.

Semoga bermanfaat. Sekian dan terima kasih.

Referensi:
https://almanhaj.or.id/
– https://muslim.or.id/

Benarkah Pegawai Pajak Diancam Neraka?

Pegawai Pajak Diancam Neraka

Pegawai Pajak Diancam  Neraka? – Beberapa waktu lalu, ada seorang teman di Amerika bertanya tentang harga mobil di Indonesia. Setelah mencari di beberapa lapak jual beli mobil, saya kirimkan fotonya beserta harga, yakni beberapa jenis mobil matic second berumur 2-3 tahun, harganya sekitar 100-150 juta rupiah.

Ketika dia melihat harganya dia terkaget-kaget dan berkata, “Mahal sekali harganya, dan jenis mobilnya juga saya tidak kenal. Kalau di Amerika harga mobil second umur 2-3 tahun seperti Ford double cabin atau Chevrolet cc besar cuma 5000 dollar US atau kalau dirupiahkan cuma 70,600,000 rupiah.”

Artinya dengan harga satu mobil second di Indonesia dapat dibelikan dua mobil yang secara spesifikasi jauh di atas mobil di Indonesia. Lantas, apa hubungannya harga mobil mahal ini dengan judul artikel ini – Pegawai Pajak Diancam Neraka?

Tentu saja saya jelaskan kenapa bisa semahal itu. Penyebabnya pajak mobil yang masuk ke Indonesia sangat tinggi. Mobil termasuk dalam golongan barang mewah dan pajaknya yang diterapkan kepada mesin dan onderdil mobil sangat tinggi. Pada akhirnya harga jual mobil sangat mahal di Indonesia.

Hal ini menjadikan saya semakin paham mengapa pajak dilarang dalam Islam sampai-sampai pekerjaan sebagai pegawai pajak diancam neraka oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Harga akhir sebuah barang menjadi jauh dari harga sebenarnya akibat penerapan pajak tinggi pada barang yang diperjual-belikan.

Mengapa Pegawai Pajak Diancam Neraka?

Di dalam sebuah sesi pembekalan, Ustadz Erwandi Tarmidzi diundang ke sebuah acara semacam seminar yang diikuti oleh Kepala Pajak se-Jabotabek.

Sebelum acara ustadz bertanya kepada panitia, “Bolehkah saya sampaikan ke mereka bahwa secara syariat pegawai pajak adalah pekerjaan terlarang? Seseorang yang bekerja di bidang pajak tidak akan masuk surga? Pegawai pajak diancam neraka?”, dan si panitia menjawab, “Silakan ustadz, gak apa-apa.”

Maka ketika di awal penyampaiannya Ustadz Erwandi Tarmidzi menyampaikan:

“Islam tidak membenarkan berbagai pungutan yang tidak didasari oleh alasan yang dibenarkan, di antaranya ialah pajak. Pajak atau yang dalam Bahasa Arab disebut dengan al-muksu adalah salah satu pungutan yang diharamkan, dan bahkan pelakunya diancam dengan siksa neraka:

إِنَّ صَاحِبَ المُكْسِ فِي النَّارِ. رواه أحمد والطبراني في الكبير من رواية رويفع بن ثابت رضي الله عنه ، وصححه الألباني

“Sesungguhnya pemungut upeti akan masuk neraka.”

(Riwayat Ahmad dan At Thobrani dalam kitab Al Mu’jam Al Kabir dari riwayat sahabat Ruwaifi’ bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, dan hadits ini, oleh Al Albani dinyatakan sebagai hadits shahih).

Ketika disampaikan demikian, tiba-tiba situasi di tempat itu sangat sunyi. Pasti mereka merasa kaget mendengar kenyataan bahwa pegawai pajak diancam neraka oleh Allah.

Dan setiap disampaikan demikian selalu muncul pertanyaan jadul, “Kalau gak ada pajak dalam sebuah negara, terus membiayai operasional negara dari mana sumbernya?”.

Kata ustadz, “Ya akhi, apakah Anda tau Negara Arab Saudi? Di sana tidak ada pajak. Semua pembiayaan negara berasal dari sumber daya alam mereka.”

“Lihat jika Anda umroh maka Anda akan lihat jalan-jalan tol yang berkilo-kilometer, bahkan puluhan kilometer kita tempuh, dan itu gratis gak bayar. Bandingkan dengan negara kita, hanya untuk menempuh jalan tol lima kilometer saja kita disuruh bayar.”

“Kalau ada yang berdalih bahwa itu disebabkan Arab Saudi di dalam tanahnya ada minyak, maka ini dalih yang kurang benar, karena jika Arab Saudi punya minyak di dalam tanahnya, kita malah punya minyak di bawah tanah dan di atas tanah berupa kebun sawit, kebun kopi, dst.”

“Lahan pertanian kita jauh lebih luas dari Arab Saudi. Soal kekayaan alam di negeri kita jauh lebih besar. Masalahnya di kemauan saja. Makanya mari kita dakwahkan ke mereka yang memimpin negeri ini agar menggunakan cara islami dalam penyelenggaraan negara, sehingga tidak ada pungutan pajak seperti sekarang ini, yang terlarang secara syariat.”

Banyak terdapat hadist lain yang melarang tentang pemungutan pajak, di antaranya:

“Sesungguhnya, pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka.”

(HR Ahmad 4/109, Abu Daud Kitab Al-Imarah : 7), Hadist ini shahih oleh Al-Albani.

Hadist lainnya yaitu sebuah hadist dari Abdullah bin Buraldah radhiyallahu ‘anhu dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku Al-Ghomidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik pajak bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya.”

(HR Muslim no. 1659)

Demikian alasan-alasan tentang haramnya memungut pajak dalam agama Islam. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari keadaan di negara kita yang masih memungut pajak ini agar Indonesia dapat menjadi negara yang lebih makmur lagi ke depannya. Aamiin.

 

Oleh: Siswo Kusyudhanto

 

Referensi:

almanhaj.or.id

 

Baca juga artikel menarik lainnya: Aisyah Istri Rasulullah dan Biografi Istri-istri Nabi (Part 1)

Apakah Hijrah Kita Sudah Benar?

Hijrah kita sudah benar

Apakah Hijrah Kita Sudah Benar? – Hijrah, dalam konteks yang sebenarnya, adalah langkah tulus kita untuk meninggalkan segala sesuatu karena Allah. Termasuk meninggalkan keburukan dan segala yang dilarang oleh-Nya.

Dalil Pentingnya Hijrah

Antum mungkin bertanya, mengapa hijrah begitu penting dalam Islam? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an,

“Dan barangsiapa yang hijrah karena mencari keridhaan Allah, niscaya ia akan mendapatkan tempat yang luas di bumi ini dan rezeki yang banyak. Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, kemudian maut mengejar mereka, maka sesungguhnya balasan bagi mereka ada pada Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa: 100)

Firman-Nya ini memberi pengertian bahwa hijrah yang dilakukan dengan niat ikhlas untuk mencari keridhaan-Nya akan mendapatkan keberkahan dan pahala yang besar.

Apakah Hijrah Kita Sudah Benar?

Setelah memahami alasan pentingnya hijrah, mungkin dalam prosesnya Antum bertanya-tanya, ‘apakah hijrah saya sudah benar?’

Dalam proses berhijrah, juga penting bagi kita untuk memilih metedologi dan manhaj yang sesuai dengan ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para Sahabat, yaitu manhaj Salaf.

Hijrah ke manhaj salaf merupakan langkah yang membawa kita dekat dengan sunnah Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Kita belajar dari mereka, mengikuti jejak langkah mereka, dan menjauhkan diri dari bid’ah dan kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Di dalam manhaj salaf, kita menemukan kebenaran yang telah diwariskan oleh para Salafush Sholeh (Siapa Itu Salafush Sholeh? Baca: 3 Alasan Harus Memilih Manhaj Salaf). Kita belajar memahami Al-Quran dan As-Sunnah dengan landasan yang kuat dan tidak terpengaruh oleh pendapat individu atau tren modern yang tidak memiliki dasar yang kuat.

Ada beberapa keberkahan yang dapat kita rasakan ketika hijrah ke manhaj salaf, di antaranya:

  1. Antum akan merasakan kelegaan dan ketenangan dalam menjalani kehidupan
  2. Antum akan mendapatkan kejelasan dalam menjalankan ibadah
  3. Antum akan diberi petunjuk yang benar dalam berbagai aspek kehidupan
  4. Hijrah ke manhaj salaf adalah jalan yang membawa antum menuju ridha Allah dan kesuksesan di dunia dan akhirat

Hijrah ke manhaj salaf adalah panggilan hati untuk kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber utama pengambilan hukum dan pemahaman agama. Mengapa? Karena Al-Quran adalah firman Allah yang sempurna dan As-Sunnah adalah petunjuk Nabi Muhammad ﷺ yang terbaik.

Di dalam sebuah hadist yang shahih, Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian pegang teguh keduanya, kalian tidak akan tersesat: Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnahku.”

Hijrah kita sudah benar apabila perubahan kita bukan sekadar berpindah tempat secara fisik, tetapi lebih dari itu, hijrah adalah perubahan hati, pikiran, dan perilaku. Hijrah kita sudah benar jika meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan mendekatkan diri kepada Allah dengan amal yang baik.

Ketika hijrah kita sudah benar, kita merenungkan kembali jalan hidup kita, mencari kebaikan, dan menjauhi segala hal yang tidak berkenan di sisi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam Al-Qur’an,

“Dan berhijrahlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan-Nya kepadamu. Oleh karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku” (QS. Ath-Thalaq: 15)

Firman-Nya tersebut mengajak kita untuk berhijrah kepada Allah dengan taat dan patuh terhadap perintah-Nya.

Hijrah kita sudah benar apabila perubahan yang berlangsung ada di dalam setiap aspek kehidupan kita. Terdapat beberapa hal yang harus Antum tinggalkan, antara lain:

  • Kebiasaan buruk (sholat masing bolong-bolong, maksiat, berbohong, melawan orang tua, dsb),
  • Teman yang negatif
  • Lingkungan yang buruk dan tidak mendukung, dan
  • Segala hal yang menghalangi kita untuk beribadah dengan sebaik-baiknya.

Hijrah kita sudah benar jika kita menjadi pribadi yang lebih baik, lebih taat, dan lebih dekat dengan Allah.

Antum mungkin bertanya, mengapa kita berhijrah dari satu kota atau negeri ke yang lain? Kita berhijrah dari pergaulan yang buruk kepada pergaulan yang baik karena kita ingin meningkatkan kualitas amalan kita.

Artinya, jika tempat tinggal kita tidak mendukung untuk meningkatkan kualitas amalan kita (misalnya banyak perbuatan sia-sia), tidak salah jika kita berpindah tempat.

bikin website

Namun, perlu diingat, hijrah yang sejati tidak hanya terbatas pada perpindahan tempat dan pergaulan yang baik. Hijrah yang sejati melibatkan perubahan dalam hati, perilaku, dan amalan kita sesuai dengan ajaran Islam yang shahih.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ra’d: 11).

Firman-Nya ini menegaskan betapa pentingnya hijrah dari keadaan yang buruk menuju keadaan yang lebih baik.

Sebagai umat Muslim, kita memiliki pedoman yang jelas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah telah memberikan kita kecerdasan dan kebijaksanaan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Kita dianjurkan untuk mencari ilmu dari mereka yang berilmu, mengambil petunjuk dari dalil-dalil shahih yang ada.

Maka, mari kita renungkan kembali apakah hijrah kita sudah benar dan sesuai dengan ajaran Islam yang shahih. Perbaiki niat dan amalan kita agar hijrah kita menjadi langkah yang bermakna di sisi Allah.

Hijrah kita sudah benar jika kita dapat mengubah amalan buruk kita menjadi amalan yang baik. Jadikan hijrah kita sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kualitas ibadah kita.

Hijrah yang sejati adalah hijrah yang melibatkan perubahan hati, perilaku, dan amalan kita sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Semoga Allah memperbaiki hijrah kita dan memberikan petunjuk kepada kita dalam menjalankan hidup yang lebih baik. Amin.

Wabillahit-taufiq.

 

Referensi:

https://rumaysho.com/19294-berhijrah-masih-separuh-hati.html