Ficky Septian Ali Seorang Suami, Blogger, Penulis Paruh Waktu, Storyteller, Pemuda Hijrah dan Banyak Lagi.

Jangan Pernah Berhenti untuk Mengajak kepada Kebaikan

3 min read

Jangan Pernah Berhenti untuk Mengajak Kepada Kebaikan

Sebagai seorang muslim, mungkin kita pernah atau bahkan sering mencoba mengingatkan teman-teman kita untuk melakukan kebaikan. Sudah menjadi fitrah apabila kita senantiasa ingin mengajak kepada kebaikan.

Misalnya ketika adzan sudah berkumandang, mungkin kita pernah mengingatkan teman kita untuk segera bergegas ke masjid. Teman-teman Akhwat juga mungkin sering mengingatkan saudara dan sahabatnya yang belum berhijab untuk mulai mengenakannya.

Wajib bagi seorang muslim untuk mengajak temannya kepada kebaikan. Setiap muslim bagi muslim lain adalah penyeru yang menjadi petunjuk akan kebenaran.

Rasanya tidak sulit untuk mengingatkan orang-orang di sekitar kita untuk melakukan amal kebaikan. Tetapi, pada kenyataannya tidak pernah semudah itu. Kita mungkin akan mengalami penolakan dari teman, saudara, dan bahkan sahabat terdekat sekalipun. Seakan-akan agama Islam itu semata-mata hanyalah urusan keshalihahan pribadi semata.

Padahal niat kita adalah mengajak teman-teman untuk kembali bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla.

 

Kewajiban Mengajak kepada Kebaikan

Sudah menjadi perkara yang maklum dalam Islam tentang kewajiban seseorang untuk mengajak temannya kepada hal yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, membenarkan yang benar, dan membathilkan yang bathil. Namun, ajakan ini tidaklah banyak mendapatkan respon positif, melainkan hanya sedikit.

Tak jarang kita yang membuat ajakan itu, malah mendapat respon kurang menyenangkan. Misalnya seperti ucapan,

“Urus saja dirimu sendiri!”

Atau,

“Agama itu urusan pribadi masing-masing!”

Tanggapan ini pun bagaikan dentuman peluru yang menghancurkan kerongkongan dan menusuk-nusuk pita suara hingga tercekat, membuat kita terdiam seketika.

Padahal jawaban tersebut adalah ucapan yang paling dibenci oleh Allah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

“Dan sesungguhnya termasuk dosa yang paling besar di sisi Allah adalah seseorang berkata pada rekannya, “Bertaqwalah kepada Allah”. Lalu dijawab, “Urus saja dirimu sendiri”.” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy, Al-Baihaqiy, Hanaad bin As-Sariy dalam Az-Zuhd, dll. Hadits itu dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 6/188.]

Lantas, apakah kita harus menyerah hanya karena ucapan yang kurang menyenangkan itu?

Tidak. Justru kita harus tetap dan bahkan harus lebih semangat lagi untuk mendakwahkan Islam dan kebaikan-kebaikan di dalamnya.

Mungkin pada ajakan yang pertama teman-teman masih segan. Lalu pada ajakan kedua dan ketiga menolak, bahkan mungkin marah. Tetapi kita tidak pernah tahu pada ajakan berikutnya akan diterima atau tidak, bila kita tidak pernah mencobanya. Karena bisa jadi pada ajakan keempat atau kelima, barulah mereka akan mengikuti ajakan kita kepada kebaikan.

Kita yang baru menerima penolakan dari dakwah selama 3 hari, tidaklah pantas untuk mengeluh. Kita harus tetap berdiri tegak untuk mendakwahkan kebenaran, meskipun kaki-kaki kita gemetaran akibat cambukan dari berbagai penolakan.

Adapun Nabi Nuh ‘alaihis-salam telah berdakwah selama 950 tahun, tidak pernah lelah meskipun hanya sedikit saja dari kaumnya yang mengikuti seruan darinya.

Karena itu, tentu kita tidak perlu bersedih hati apabila masih mendapat penolakan.

 

Agama Islam Tidak Hanya Mengatur Urusan Pribadi

Agama Islam hadir bukan hanya untuk mengatur urusan keshalihan pribadi, melainkan ia hadir sebagai agama yang mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar. Agama Islam hadir untuk membangun peradaban yang terang bersinar.

Apabila Islam adalah agama yang hanya mengatur urusan pribadi, niscaya ia tidak akan pernah keluar dari rumah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia keluar dari rumah Nabi untuk membebaskan kota Mekah dari kesyirikan.

Sejarah mencatat Agama Islam keluar dari Jazirah Arab untuk menaklukkan kota Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Romawi yang pernah menjadi peradaban terbesar dan termakmur di Eropa. Hal ini tentu saja menjadi bukti bahwa Islam bukan untuk urusan pribadi atau orang Arab saja, namun hadir sebagai rahmat bagi seluruh manusia.

Allah Ta’alla berfirman,

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (seluruh manusia).” [QS. Al-Anbiya: 107]

Bagaimana dakwah ini bisa sampai kepada seluruh manusia, apabila kita tidak ikut turut andil di dalamnya?

Seperti yang kita tahu, perjuangan Islam tidak hanya dilakukan di zaman Nabi Muhammad saja. Perjuangan untuk menyebarkan agama Islam telah diteruskan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan generasi setelahnya hingga sampai ke negeri kita tercinta Indonesia.

Tanpa adanya dakwah mereka, mungkin saat ini kita masih jahil dan melakukan berbagai macam praktik kesyirikan sebagaimana yang dilakukan dan diajarkan nenek moyang. Sampai hari ini, mungkin kita akan menganggap bahwa pemujaan terhadap berhala, pohon yang dikeramatkan, pemberian sesaji kepada jin, pembuatan patung-patung untuk pemujaan, dan lainnya adalah bagian daripada ibadah.

Beruntung generasi-generasi terdahulu telah mendakwahkan Islam sampai ke Indonesia. Sehingga pada hari ini, agama Islam telah menjadi wajah untuk Indonesia sebagai negeri yang beradab karena mentauhidkan Allah Azza wa Jalla.

Agar wajah indah ini terus bersinar, maka kita sebagai generasi yang hidup pada hari ini harus senantiasa selalu mendakwahkan kebaikan kepada generasi-generasi berikutnya.

(Baca Juga: Kekuatan Doa Sebagai Senjata Terkuat Seorang Muslim)

Keutamaan Menyerukan Kebenaran

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak (manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” [Diriwayatkan oleh Imam Muslim, no. 2674; Abu Dawud, no. 4611; At-Tirmidzi, no. 2674;]

Hadits ini menunjukkan anjuran untuk mengajak kepada perkara-perkara yang baik dan menunjukkan haramnya memberikan contoh dari perkara-perkara yang buruk.

Dakwah di jalan Allah Azza wa Jalla merupakan amal yang sangat mulia, ketaatan yang besar, dan ibadah yang tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Azza wa Jalla berfirman,

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [QS. Ali Imran:104]

Seseorang yang memberi nasihat berkaitan dengan agama atau dunia yang bisa mengantarkannya kepada ajaran agama, maka orang itu adalah penyeru kepada petunjuk. Semoga kita termasuk diantara penyeru kebajikan itu.

Adapun dalam mengajak kepada kebaikan, sebelumnya kita harus mencukupi diri kita sebagai petunjuk untuk bisa terus belajar, terus beramal, berdakwah, dan bersabar. Sangat penting untuk memiliki ilmu dan adab sebelum berkata dan menyeru kepada kebaikan.

Karena itu, jangan pernah berhenti untuk terus belajar di majelis ilmu dan mengajak (orang-orang di sekitar kita) kepada kebaikan.

 

Penutup

Demikian artikel ini ditulis. Kami mohon maaf apabila ada kekurangan pada penulisan artikel ini. Silakan memberi kritik dan saran kepada penulis. Jangan lupa juga untuk mengikuti kami di Instagram dan Facebook. Bagikan artikel ini kepada teman-teman di sekitar kita. Semoga artikel ini bermanfaat dan membuat kita semakin istiqomah pada jalan hijrah kita.

Jazaakumullahu Khairan.

 

Ditulis pada:

Senin, 1 Juni 2020

 

Sahabatmu,

Ficky Septian Ali

 

Gambar:

Ficky Septian Ali Seorang Suami, Blogger, Penulis Paruh Waktu, Storyteller, Pemuda Hijrah dan Banyak Lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *