Muhammad Basyir Anshori Anshori. Seseorang yang ingin membuat kenangan indah lewat tulisan.

Menyusuri Jejak Ulama: 4 Hal Penting Sebelum Menulis

4 min read

menulis

Empat Hal Penting Sebelum Menulis – Mereka yang mendahului kita dalam keshalihan dan ilmu, mereka yang pantas untuk dijadikan teladan. 

Bismillah. Alhamdulillah. Washalatu wassalamu ‘ala rasulillah.

Pada artikel kali ini, saya akan menjabarkan 4 hal penting sebelum menulis berdasarkan jalannya para ulama salafush-sholih. Semoga tips ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tulisan yang Istimewa

Karya yang Bertahan Lama

Bayangkan di tahun ini –2023 Anda mendapatkan sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis, yaitu seorang teman SMA di tahun 2000. Membacanya tentu membangkitkan lagi memori lama. 

Anda terbayang tentang sang penulis, tentang kesehariannya, tentang hobinya menulis di masa tersebut. 

Dan ternyata setelah 20-an tahun lebih, buku itu masih ada.

Exciting sekali, bukan?

Atau kita temukan sebuah buku yang ditulis oleh seorang tokoh di negeri ini. 

Tokoh besar yang hidup di masa penjajahan. 

Beliau menulis sejarah dirinya, perjuangan di masa itu, suka duka yang dialaminya bersama keluarga serta bangsa ini. 

Tulisan yang berumur 70-an tahun lebih itu ternyata masih ada sampai sekarang, dan dipajang di sebuah etalase toko buku. 

Bagi para kutu buku, tentu karya tersebut bernilai dan merupakan sebuah karya yang istimewa.

Teruji oleh Waktu

Demikianlah, perjalanan waktu itu terkadang menjadi sebuah indikator penting dalam membentuk nilai berharga dari sebuah karya.

Semakin panjang usianya, semakin mahal harganya.

Semakin lama bertahan, semakin terlihat memang isinya bukan barang murahan.

Bagaimana pula jika karya tersebut berumur ratusan tahun.

Bagaimana pula jika sampai saat ini karya tersebut masih bertahan.

Bukan hanya bertahan, tapi masih dibaca.

Masih dinikmati, bahkan masih memberikan energi positif bagi para pembacanya.

Itulah karya para ulama kita.

Karya yang disusun pada masa tanpa teknologi secanggih saat ini.

Ditulis dengan perangkat sederhana.

Disimpan dengan media seadanya.

Namun tetap bertahan dan bercahaya.

Dengan sinar yang menembus batas waktu ratusan tahun lamanya.

Sebuah Karya Masterpiece

Al Imam dan Karyanya

Di antara karya-karya tersebut, ada sebuah masterpiece yang sampai saat ini terus dibaca, dibahas, digali ilmunya setelah ratusan tahun berlalu.

Usianya jauh lebih lama dari usia sang penulis yang hanya 40-an tahun saja.

Karya yang berjudul Riyadhush Shalihin, Tamannya Orang-orang Shalih, yang ditulis oleh seorang ulama besar yaitu Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarf bin Muuri bin Hasan bin Husain, atau lebih terkenal dengan nama Al Imam An Nawawi rahimahullahu.

Sangat banyak keutamaan yang dijelaskan para ulama terkait karya ini. Dan sangat sedikit ruang yang tersedia untuk kita menuliskan keutamaan demi keutamaan tersebut.

Rahasia Keberkahan

Namun satu hal yang perlu kita perhatikan bersama –khususnya bagi Anda yang ingin membuat sebuah karya tulis, yaitu Kata Pengantar yang ditulis pada karya tersebut.

Mari kita simak sejenak Kata Pengantar itu dan kita nikmati bersama untuk dapat kita teladani sebagai bekal dalam menulis.

Beliau rahimahullahu mengawali karyanya dengan empat hal.

Silakan dapat melihat langsung karya tersebut pada tautan berikut:

https://app.turath.io/book/2348

Empat Hal Penting Sebelum Menulis

Pertama: Basmalah.

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan nama Allah, Ar Rahman, Ar Rahim.

Sebuah kalimat yang menunjukkan kebutuhan kita kepada Allah Rabbul ‘Alamin. 

Kebutuhan kita terhadap pertolongan dariNya.
Kebutuhan kita terhadap keberkahan yang ada pada sisiNya.

Kebutuhan kita secara mutlak kepadaNya, yang mana itu menunjukkan kelemahan kita.

Ya, kelemahan kita, saya, dan Anda.

Kita lemah.
Kita tidak akan mampu menggerakkan satu jari-pun untuk menuliskan satu huruf saja tanpa pertolonganNya.

Sebuah kalimat yang harus Anda letakkan di awal karya Anda.

Oleh karena itu perhatikanlah sebuah hadits yang dihasankan oleh Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, yaitu:

كُلُّ كَلَامٍ أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ

Setiap perkataan atau urusan penting yang tidak dibuka dengan menyebut nama Allah maka dia terputus. https://islamqa.info/ar/146079 

Hadits yang menunjukkan keutamaan basmalah pada awal aktivitas –termasuk tulisan.

Yang akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan.

Keberkahan yang ada pada Riyadhush Shalihin antara lain disebabkan hal tersebut, kalimat yang diucapkan oleh sang penulis, yang kita bersangka baik kepadanya bahwa Al Imam An Nawawi benar-benar tulus dalam mencantumkan hal tersebut di awal karyanya.

Sehingga keberkahan tersebut masih terjaga sampai hari ini.

Menjadikan perubahan pada jutaan bahkan mungkin milyaran manusia.

Dengan kebaikan dari penulisnya.

Yang menulis dengan hati tulus.

Dan benar-benar meminta kepadaNya, pertolongan dan bantuan agar karyanya menjadi sumber kebaikan.

Kedua: Hamdalah

الحمْدُ للهِ الواحدِ القَهَّارِ …

Cukup panjang pujian yang penulis sampaikan untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Dengan menyebutkan nama-nama serta sifat-sifat Nya yang husna. Sempurna dalam kebaikan, sempurna dalam segala sisi.

Sebuah aktivitas yang merupakan level minimal dalam bersyukur, yaitu mengucapkannya dengan lisan.

Sebuah aktivitas yang merupakan penyebab datangnya tambahan nikmat. Sebagaimana rumus nikmat yang ada pada surah Ibrahim ayat 7

 لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Jika kalian bersyukur maka akan Aku tambah”.

Kalimat Penambah Nikmat

Allah tidak hanya menyatakan bahwa nikmat itu akan bertahan, bahkan Allah menjanjikan bahwa nikmat itu akan bertambah.

Dan inilah di antara sebab kebaikan pada karya tersebut. Kebaikan pada Riyadhush Shalihin.

Karena sang penulis menyampaikan syukurnya dengan ketulusan.

Syukur yang bukan basa-basi.

Syukur yang bukan rutinitas semata.

Kalimat inipun menunjukkan bahwa hanya Allah sajalah yang berhak mendapatkan pujian.

Sebesar apapun karya dan kontribusi yang telah diberikan, hanya Allah saja tempat kembalinya segala kebaikan.

Menulis dengan Tulus, Tidak Basa Basi

Al Imam An Nawawi rahimahullahu pun tidak asal-asalan dalam mengucapkan kalimat ini.

Jika itu hanya basa-basi, maka tidak akan berfaedah. Tidak akan memberikan dampak kebaikan yang banyak dan jangka panjang.

Beliau membuktikan itu semua dengan perkataan beliau,

لا أجعل في حل من لقبني محي الدين

Aku tidak halalkan bagi orang yang menjulukiku “muhyidin”. 

Sabilul Muhtadin, hlm 5. https://app.turath.io/book/23?page=4 

Beliau –saking hebatnya dalam berkarya, dijuluki dengan muhyidin, sang penghidup agama.
Jadi seakan-akan agama itu mati, dan beliau hidupkan kembali.

Sebuah gelar yang luar biasa, lebih dari sekedar Lc, Dr, maupun Prof.

Namun beliau tidak menyukai gelar tersebut.

Beliau sangat memahami bahwa yang berhak untuk diberikan pujian adalah Allah Rabbul ‘Alamin.

Maka hendaknya kita pun melatih diri untuk dapat mengucapkan kalimat ini dari lubuk hati.

Mengucapkannya dengan penuh kesadaran.

Mengucapkannya tanpa kelalaian.

Mengucapkannya dan berusaha memenuhi konsekuensinya.

Yaitu tidak berharap pujian dari manusia, dan berusaha menggunakan setiap nikmat untuk beramal taat.

Ketiga: Syahadat

وأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللهُ البَرُّ الكَرِيمُ…

وأشهَدُ أَنَّ سَيَّدَنا مُحمّدًا عَبدُهُ ورَسُولُهُ…

Empat hal penting sebelum menulis yang selanjutnya adalah syahadat. Ini juga merupakan hal penting dalam mengawali tulisan.

Bersyahadat berarti kita telah mempersaksikan diri bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah saja.

Serta mempersaksikan diri bahwa tidak ada jalan untuk dapat beribadah kepada-Nya kecuali dengan apa yang disyariatkan olehNya melalui Muhammad, hamba dan utusanNya.

Pintu gerbang masuk ke dalam Islam.

Kalimat agung luar biasa yang kita ucapkan setiap hari, minimal dalam tasyahud.

Sehingga kita diingatkan bahwa Allah sajalah yang berhak disembah, tidak ada yang lainnya.

Tidak ada penyembahan kepada Malaikat.

Tidak ada penyembahan kepada Nabi.

Tidak ada penyembahan kepada kubur-kubur siapapun.

Bahkan tidak ada penyembahan kepada hewan atau patung-patung.

Keempat: Sholawat

صَلَوَاتُ اللهِ وسَلامُهُ عَليهِ…

Sebagai adab yang mulia kepada sang Nabi ﷺ yang mulia.

Makna sholawat kita kepada beliau adalah mendoakan sang Nabi dengan keselamatan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dalam karya beliau Syuruth Shalat. https://app.turath.io/book/11266 

Pada hakikatnya ucapan ini akan kembali kepada orang yang melantunkannya. Sebagaimana sabda sang Nabi,

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

Sholawat yang di dalamnya mengandung doa kebaikan dan keselamatan, akan Allah balas kepada pelakunya dengan balasan sepuluh kali lipat.

Saking bernilainya sholawat, sehingga memperbanyak ucapan ini akan memperbanyak turunnya rahmat kepada kita.

Mengikat Ilmu dengan Menulis

Inilah sebuah karya yang berhasil bertahan dalam masa ratusan tahun.

Di dalamnya pelajaran dan rahasia keberkahan terkandung.

Sepantasnya bagi orang yang berakal untuk tidak melewatkan begitu saja.

Karena dia bagaikan permata yang sangat bernilai harganya.

Mintalah pertolongan kepada Allah.

Tuluslah dalam memuji Allah.

Perkuat syahadat.

Perbanyak shalawat.

Wa shalallahu ‘alaa nabiyyinaa muhammad. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Demikianlah empat hal penting sebelum menulis sebuah karya agar bermanfaat dan diberkahi Allah.

 

Referensi

Keyword: 

Menulis, Jejak Ulama, Nikmat, Riyadhush Shalihin, Keberkahan, Tips Menulis, Rahasia Keberhasilan

Muhammad Basyir Anshori Anshori. Seseorang yang ingin membuat kenangan indah lewat tulisan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *