Muhammad Naufal Zul Hazmi Mahasiswa S1 Elektronika dan Instrumentasi UGM yang masih menuntut Ilmu.

Manusia Tenggelam dalam Kerugian

7 min read

Manusia Tenggelam dalam Kerugian

Manusia Tenggelam dalam Kerugian – Banyak di antara kalian pasti seringkali mengira bahwa dirinya telah atau pernah mengalami kerugian duniawi. Baik dalam hal perdagangan, jual beli, investasi, dan rugi dari segala hal yang berkaitan dengan dunia.

Ketika mereka mengalami kerugian itu, mereka pun menjadi frustasi terhadap dirinya. Menganggap bahwa hidup ini tidak adil, kemudian ia merusak harta bendanya, menyakiti orang lain, sampai ia berani menyakiti dirinya bahkan hingga bunuh diri.

Tidak ada di antara mereka yang ketika mengalami kerugian dari suatu hal mereka merelakannya, menyikapinya dengan sabar dan tenang. Mereka tidak menyadari bahwa kerugian mereka itu bukanlah kerugian yang hakiki.  

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmna,

قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. [QS. Az Zumar:15]

Katakanlah wahai Rasul, “Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar merugi adalah orang-orang yang merugikan diri dan keluarga mereka di Hari Kiamat dan hal itu menyesatkan mereka dan menghalang-halangi mereka dari beriman di dunia.” Ketahuilah, bahwa kerugian orang-orang musyrik itu pada diri dan keluarga mereka di Hari Kiamat adalah kerugian yang jelas dan nyata. [Tafsir Muyassar]

Dalam ayat tersebut, Allah mengatakan bahwa orang yang rugi ialah orang yang merugikan dirinya dan keluarganya saat di Hari Akhir kelak. Bukan mereka yang rugi atas jualannya maupun investasi terhadap harta dunianya.   

Kerugian yang Hakiki

Di antara contoh manusia tenggelam dalam kerugian, salah satunya yaitu orang yang timbangan amal buruknya lebih berat daripada amal shalihnya hingga hari kiamat.

Dan sesungguhnya kerugian terburuk seseorang ialah yang menimpa agamanya. Karena kerugian ini, dia akan mendapatkan penderitaan yang abadi di akhirat kelak. 

Ciri-ciri orang mengalami kerugian yang hakiki yaitu dia yang lalai dalam beramal shalih dan meninggalkan sholat. Sampai hari kiamat mereka menyia-nyiakan waktunya untuk dunia. Mereka membiarkan waktunya berlalu tanpa melakukan amal shalih.

Sesungguhnya mereka yang lalai terhadap waktu ialah mereka yang mendapatkan kerugian yang hakiki, kerugian yang sangat nyata bagi mereka.

Timbangan amal shalih mereka lebih ringan daripada keburukan mereka. Maka merekalah orang yang benar-benar rugi terhadap dirinya. Sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٨﴾ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ

Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu berlaku zhalim (ingkar) terhadap ayat-ayat Kami. [QS. Al A’raf:8-9]

Dan penimbangan amal-amal perbuatan manusia pada Hari Kiamat dilakukan dengan timbangan hakiki secara adil dan lurus yang tidak ada unsur kezhaliman sama sekali di dalamnya.

Barangsiapa yang berat timbangan amal perbuatannya -karena amal kebaikannya banyak-, maka mereka adalah orang-orang yang beruntung.

Dan barangsiapa ringan timbangan amal perbuatannya -karena keburukannya yang banyak-, maka mereka itu adalah orang-orang yang menyia-nyiakan bagiannya dari keridhaan Allah Ta’ala, lantaran sikapnya melampaui batas dengan mengingkari ayat-ayat Allah Ta’ala dan menolak tunduk kepadanya. [Tafsir Muyassar]

Orang yang Rugi Atas Amal Perbuatannya

Sampai detik ini umat muslim tidak menyadari hitungan amal perbuatan mereka. Apakah timbangan amal shalihnya lebih berat daripada amal buruknya? Atau sebaliknya? Sungguh di antara mereka ada yang rugi dari amal perbuatannya itu di dunia.

Sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْاَخْسَرِيْنَ اَعْمَالًا ۗ – ١٠٣

 

Katakanlah (Muhammad), “Apakah perlu Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi amal perbuatannya?” [QS. Al Kahfi:103]

Katakanlah wahai Rasul kepada sekalian manusia untuk memperingatkan mereka, “Apakah perlu kami beritahukan kepada kalian tentang manusia yang paling merugi amal perbuatannya?”

اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا – ١٠٤

 

(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [QS. Al Kahfi:104]

Mereka itu adalah orang-orang yang telah sia-sia perbuatan mereka di dalam kehidupan dunia, yaitu kaum musyrikin dari kaummu dan kaum lainnya yang melenceng dari jalan yang lurus. Mereka tidak berada di atas hidayah dan ajaran yang benar, namun mereka menyangka diri mereka telah melakukan perbuatan sebaik-baiknya. [Tafsir Muyassar]

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰيٰتِ رَبِّهِمْ وَلِقَاۤىِٕهٖ فَحَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَزْنًا – ١٠٥

Mereka itu adalah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (tidak percaya) terhadap perjumpaan dengan-Nya. Maka gugurlah amalan-amalan mereka, maka Kami tidak memberikan suatu nilai pun bagi amal-amal mereka pada hari Kiamat. [QS. Al Kahfi:105]

Orang-orang yang paling merugi perbuatannya itu adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan mendustakannya. Dan mereka mengingkari perjumpaan dengan Allah pada hari kiamat. Akibatnya, terhapuslah amal-amal perbuatan mereka dikarenakan kekafiran mereka. Maka pada hari kiamat kami tidak memberikan nilai apapun bagi mereka. [Tafsir Muyassar]

Orang yang Rugi Karena Mengingkari Janji

Di antara ciri-ciri manusia tenggelam dalam kerugian adalah mereka yang mengingkari janji, apalagi perjanjian dengan Allah.

Mereka melanggar perjanjian dengan Allah dengan cara menyebarkan perkara syubhat dan membangkitkan nafsu syahwat hingga membuat berbagai kerusakan di muka bumi. Sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allâh (dengan mereka untuk mengesakan-Nya) sesudah perjanjian itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allâh untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. [QS. Al Baqarah:27]

Yaitu orang-orang yang memungkiri perjanjian Allah, yang telah diambil-Nya dari mereka untuk bertauhid dan taat kepada-Nya, padahal Allah telah menegaskan isi perjanjian itu dengan mengirim para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya, namun mereka menyelisihi aturan agama Allah, seperti dengan memutus tali silaturahim dan menebar kerusakan di muka bumi. Mereka itu adalah orang-orang yang rugi di dunia dan akhirat. [Tafsir Muyassar]

Orang yang Rugi Karena Tunduk pada Orang-orang Kafir

Hingga saat ini masih ada seorang muslim yang taat dan patuh terhadap orang-orang kafir. Sesungguhnya mereka telah menjadikan dirinya orang yang rugi dengan memberikan kesetiaan dan kepercayaannya kepada orang-orang kafir.

Sebagaimana kita harus tahu bahwa orang-orang kafir akan terus mendorong umat muslim untuk menjadikannya seperti mereka dan berperilaku seperti mereka. 

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian menaati orang-orang yang kafir, niscaya mereka akan mengembalikan kalian ke belakang (murtad), sehingga kalian akan kembali menjadi orang-orang yang rugi. [QS. Ali Imran:149]

Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya serta menjalankan syariat-Nya, jika kalian mengikuti orang-orang yang mengingkari hak-Ku sebagai satu-satunya yang disembah dan tidak beriman kepada Rasul-rasul-Ku, dari kalangan Yahudi, Nasrani, orang-orang munafik, dan orang-orang yang musyrik dalam perkara yang mereka perintahkan dan perkara yang mereka larang bagi kalian, niscaya mereka akan menyimpangkan kalian dari jalan kebenaran dan membuat kalian murtad dari agama kalian, sehingga kalian kembali dengan memikul kerugian yang nyata dan kebinasaan yang pasti. [Tafsir Muyassar]

Orang yang Rugi Karena Harta dan Keluarganya Melalaikan

Orang-orang yang dikaruniai banyak harta dan banyak memiliki anak, ada di antara mereka yang menjadikannya sibuk dengan harta dan keluarganya.

Manusia tenggelam dalam kerugian apabila mereka selalu sibuk mengurusi hartanya, menghitung terus menerus harta mereka, alih-alih takut kehilangan satu koin saja.

Begitu juga perilaku mereka terhadap anaknya, layaknya harta mereka, yang menjadikan mereka lalai terhadap Allah.

Mereka menjadi melalaikan ibadah kepada Allah, agama Allah, bahkan tidak mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala lagi.

Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Wahai orang-orang beriman! Janganlah harta benda kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari berdzikir (mengingat dan menyebut) Allâh. Dan barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka Itulah orang-orang yang rugi. [QS. Al Munafiqun:9]

Wahai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan syariat-Nya, janganlah kalian disibukkan oleh harta dan anak-anak kalian dari ibadah dan ketaatan kepada Allah. Barangsiapa disibukkan oleh harta dan anaknya dari itu, maka mereka adalah orang-orang yang merugi, gagal meraih kemuliaan dan rahmat dari Allah. [Tafsir Muyassar]

Orang yang Rugi Karena Hanya Beribadah kepada Allah di Saat-saat Tertentu

Masih banyak di antara kita yang beribadah kepada Allah hanya ketika ada keinginan tertentu.

Misalnya, ketika mereka akan mendapati suatu ujian penerimaan mahasiswa baru di suatu universitas ternama, mereka menjadi rajin mendatangi masjid di waktu sholat, yang sebelumnya dia tidak pernah datang ke masjid.

Ada juga mereka (ikhwan) yang ingin menikahi seseorang akhwat, dia tiba-tiba menjadi rajin sholat malam dan bersedekah, namun ketika dia sudah menikahi akhwat tersebut masih ada di antara mereka yang tidak istiqamah lagi mengerjakan sholat malam dan tidak lagi bersedekah.

Hingga sampai beberapa di antara mereka yang tidak diterima dari dua contoh di atas, mereka malah menyalahkan Allah. Mereka mengatakan Allah itu tidak adil, Allah itu pilih kasih terhadap mereka, dan lain sebagainya.

Orang-orang yang ibadahnya hanya di saat-saat tertentu itulah, sesungguhnya mereka adalah orang yang benar-benar rugi. Kerugian yang amat nyata bagi mereka.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allâh hanya di tepi (tidak dengan penuh keyakinan); Maka jika ia memperoleh kebaikan, dia tenang karenanya. Dan jika dia ditimpa oleh suatu bencana, dia berbalik ke belakang (kembali kepada kekafiran (murtad)). Dia merugi dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata. [QS. Al Hajj:11]

Dan di antara manusia ada orang yang memeluk Islam dengan dorongan yang lemah dan keraguan, sehingga dia menyembah Allah dengan plin-plan layaknya orang yang tengah berdiri di atas tepi gunung atau tembok, dia tidak mantap dalam berdirinya.

Dan dia mengaitkan keimanannya erat dengan kehidupan dunianya. Apabila dia dalam keadaan sehat dan hidup dengan nyaman, maka dia akan meneruskan ibadahnya.

Dan apabila terjadi padanya satu cobaan dengan kejadian yang tidak mengenakkan dan kesulitan, dia mengaitkan kesialannya itu kepada agamanya, lalu dia meninggalkan agamanya sebagaimana orang yang berbalik ke belakang setelah istiqmah.

Disebabkan hal itulah, dia merugi di dunia, karena kekafirannya tidak mengubah apa yang ditakdirkan bagi dirinya untuk kehidupan dunianya, dan dia merugi di akhirat karena masuk ke dalam neraka. Dan itu adalah kerugian yang nyata. [Tafsir Muyassar]

Baca artikel populer lainnya: Miras Oplosan (Khamar)

Orang-orang yang Selamat dari Kerugian

Yaitu di antara ciri orang-orang yang selamat dari kerugian, yang Allah isyaratkan di dalam Al Qur’an Surat Al ‘Asr.

وَالْعَصْرِۙ – ١

“Demi masa,

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ – ٢

Sesungguhnya manusia, seluruh manusia dalam kerugian. [QS. Al ‘Asr:1-2]

Allah bersumpah dengan masa, karena ia mengandung keajaiban Kuasa Allah yang menunjukkan keagungan-Nya, bahwa manusia benar-benar berada dalam kebinasaan dan kerugian. Hamba tidak boleh bersumpah dengan selain Nama Allah karena bersumpah dengan selain Allah adalah syirik. [Tafsir Muyassar]

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengatakan “Innal insaana laa khusri”. Tapi Allah mengatakan “Innal insaana lafil khusrin”. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, seakan-akan dia tenggelam dalam kerugian.

Dan kerugian meliputi dia dari segala arah. Kemudian Allah melanjutkan.

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ

Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih

 

وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Dan mereka saling mewasiatkan dalam kebenaran dan saling mewasiatkan untuk bersabar. [QS. Al ‘Asr:3]

Kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah, beramal shalih, dan sebagian berwasiat kepada sebagian lainnya agar berpegang teguh kepada kebenaran, beramal dengan menaati Allah, dan bersabar di atas itu. [Tafsir Muyassar]

Di sini juga kita harus saling ingat-mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Karena kita tahu bahwasanya kalimat tawasi, menunjukkan adanya pekerjaan atau fi’il dari kedua belah pihak.

Oleh karenanya, baik guru maupun murid, baik pemimpin maupun yang dipimpin, perlu untuk saling nasihat-menasihati karena tidak ada yang selamat dari kesalahan. Baik pemimpin ataupun yang dipimpin dan baik yang mengajar ataupun yang diajar.

Saling Memberi Nasihat Agar Mendatangkan Keberuntungan

Alangkah indahnya bagi seorang mukmin untuk saling menasihati saudaranya. Sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk saling menasihati dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.

Saling memberi peringatan dengan santun terhadap saudara dan keluarganya, apabila di antara mereka akan melakukan hal yang mendorong pada keburukan.

Sesungguhnya saling mengingatkan kepada saudara muslim, maka ia akan mendapatkan keberuntungan dari amal terpuji mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang Mukmin” [QS. Adz Dzariyaat: 55].

Di samping kamu berpaling dari mereka dan tidak menghiraukan tercampaknya mereka, teruslah berdakwa kepada Allah dan menasihati orang-orang yang kamu diutus kepada mereka, karena nasihat dan peringatan tetap bermanfaat bagi orang-orang yang memiliki hati yang beriman, serta peringatan dan nasihat menegakkan hujjah atas orang-orang yang berpaling. [Tafsir Muyassar]

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan nikmat yang agung, yaitu dengan mengutus hamba dan Rasul Allah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di mana Rasulullah telah membawa kabar baik dan peringatan kepada seluruh alam semesta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah membawa petunjuk yaitu agama Allah, untuk membimbing manusia menuju jalan yang lurus lagi benar. 

Penutup

Demikian artikel ini ditulis dari hasil review kajian singkat 2 menit Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA di Youtube dengan judul “Manusia Tenggelam dalam Kerugian” yang dipublikasikan pada 26 Juni 2018.

Sekiranya mohon dimaafkan apabila ada kesalahan dalam penulisan atau hal lainnya, karena itu semata-mata hanya kekhilafan penulis. Semoga bermanfaat. Sekian dan terima kasih.

 

Referensi:

Muhammad Naufal Zul Hazmi Mahasiswa S1 Elektronika dan Instrumentasi UGM yang masih menuntut Ilmu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *