Benarkah Adanya Anjuran Menikah di Bulan Syawal?

anjuran menikah di bulan syawal

Anjuran Menikah di Bulan Syawal – Bulan Syawal merupakan bulan yang juga istimewa, karena pada bulan ini ummat Islam di seluruh dunia merayakan hari raya Idul Fitri yaitu pada tanggal 1 Syawal.

Sebagian besar umat Islam juga telah mengetahui adanya ibadah sunnah di bulan tersebut, yaitu Puasa Syawal. Puasa Syawal adalah puasa sunnah yang dilakukan sebanyak 6 hari selama bulan Syawal. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti enam hari pada bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa satu tahun.”

(HR. Muslim)

Begitulah besarnya manfaat dari Puasa Syawal, teman-teman. Walaupun hanya ibadah sunnah, namun Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkannya karena pahalanya sama dengan puasa satu tahun.

Selain Puasa Syawal, ada juga ibadah sunnah lainnya yang tidak kalah bermanfaat, loh. Apa itu?

Ibadah sunnah lainnya yang dianjurkan di Bulan Syawal adalah: Menikah. Ya, bagi yang sudah kelihatan hilal jodohnya, maka bersegeralah melaksanakan pernikahan di bulan Syawal karena hal ini terdapat di dalam Hadist shohih dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha istri Rasulullah:

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ))

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan mengadakan malam pertama denganku di bulan Syawal. Maka istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” Salah seorang perawi mengatakan, “Aisyah Radiyallahu ‘anha dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal.”

(H.R. Muslim, An-Nasa’i, dan yang lain)

Tujuan Aisyah mengatakan demikian yaitu sebagai bantahan terhadap keyakinan kaum jahiliyah yang beredar di kalangan masyarakat awam.

Mengapa Dianjurkan Menikah di Bulan Syawal?

Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa Rasulullah menganjurkan untuk menikah di bulan Syawal? Memangnya ada apa dengan bulan ini?

Ternyata, pada zaman jahiliyah dulu orang-orang Arab berkeyakinan bahwa menikah di bulan Syawal akan membawa sial serta tidak diberkahi pernikahannya. Hal ini dikarenakan pada bulan Syawal mereka melihat unta-unta betina mengangkat ekornya sebagai pertanda bahwa unta betina enggan untuk kawin.

Melihat fenomena itu, para wanita di zaman jahiliyah pun menjadi menolak untuk dinikahi dan para wali juga enggan menikahkan putri mereka dengan anggapan bulan Syawal adalah bulan yang tidak baik atau sial untuk menikah.

Hal tersebut membuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ingin menepisnya karena tentu saja itu adalah aqidah yang salah, keliru, dan tidak berlandasan. Manusia tidak mungkin bisa menentukan kesialan atau keberuntungan. Hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang bisa.

Maka dari itu, tepat pada bulan Syawal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun menikahi ‘Aisyah binti Abu Bakar, dua tahun sebelum peristiwa Hijrah ke Madinah. Rasulullah juga melakukan malam pertama dengan ‘Aisyah radiyallahu ‘anha pada bulan Syawal.

Kisah menikahnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan ‘Aisyah radiyallahu ‘anha pada bulan Syawal ini dijadikan landasan dasar anjuran menikah di bulan Syawal untuk ummat Islam.

Baca juga artikel favorit lainnya: Takdir Membuatku Berjodoh dengan Dia – Part I

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, pernikahan Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dengan ‘Aisyah di bulan Syawal bertujuan untuk menepis anggapan bahwa menikah di bulan Syawal adalah kesialan di mana kaum Arab jahiliyah pada zaman itu khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar. (Al-Bidayah wan Nihayah, 3/253)

Sahabat Nabi yang Menikah di Bulan Syawal

Hindun binti Abi Umayyah bin al-Mughirah al-Quraisyah al-Makhzûumiyah

Salah seorang Sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan wanita yang menikah di bulan Syawal adalah Ummu Salamah. Beliau adalah seorang wanita yang mulia dan cerdas karena beliau juga meriwayatkan beberapa hadist.

Setelah suaminya yaitu Abu Salamah wafat dalam Perang Badar, Ummu Salamah dipersunting oleh manusia terbaik di muka bumi yang tak lain adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi menikahinya pada bulan Syawal tahun ke-empat hijriah.

Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha

Istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam selain Aisyah yang dinikahi pada bulan Syawal adalah Saudah bintu Zam’ah. Ayahnya bernama Zam’ah bin Qois bin Abdi Wud dan ibunya bernama As-Syamus bintu Qois bin Amr.

Secara nasab, ibunya adalah sepupu Abdul Muthalib dari jalur ibu. Sehingga Saudah dengan Abdullah (ayah Nabi) adalah sepupu kedua.

Sebelum menikah dengan Rasulullah, Saudah menikah dengan sepupunya, Sakran bin Amr. Beliau masuk Islam bersama suaminya dan ikut hijrah ke Habasyah. Sepeninggal Sakran, Saudah menjadi janda tanpa keluarga yang melindunginya. Sampai akhirnya dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di usia yang sudah cukup tua. Ketika itu, Saudah telah memiliki 6 putra.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Syawal tahun 10 kenabian atau sekitar 3 tahun sebelum hijrah. (Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir, 3/149).

Ketika sudah cukup tua, Saudah memberikan jatah giliran malamnya untuk ‘Aisyah dengan harapan ia bisa tetap menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai meninggal, sehingga bisa menemani beliau di surga. Terkait peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya di surah An-Nisa ayat 128.

Saudah bintu Zam’ah meninggal di Madinah pada tahun 54 H. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 471)

Demikian tulisan singkat kami mengenai anjuran menikah di bulan Syawal. Semoga antum diberikan kemudahan untuk dapat melaksanakan pernikahan di bulan Syawal seperti ‘Aisyah, Hindun, dan Saudah yang pernikahannya juga menjadi landasan dan acuan umat Islam terkait anjuran menikah di bulan Syawal.

 

Referensi:

https://sumsel.kemenag.go.id/berita/view/101710/manfaat-puasa-6-hari-di-bulan-syawal-sama-dengan-puasa-1-tahun

https://konsultasisyariah.com/5557-anjuran-menikah-di-bulan-syawal.html

https://muslimah.or.id/6281-anjuran-menikah-di-bulan-syawwal.html

https://muslimah.or.id/3906-istri-istri-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html

https://almanhaj.or.id/4207-sekilas-tentang-istri-istri-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html

Baper Boleh Apabila Baper Itu Positif

Jangan Terlalu Baper Dengan Urusan Dunia

Baper Hukumnya Haram

Bawa perasaan atau baper ini hukumnya boleh. Namun, pada urusan dunia tentu hal ini jelas TIDAK DIPERBOLEHKAN.

Masalah percintaan sebelum menikah (pacaran), jelas urusan dunia, karena itu TIDAK BOLEH baper!

Hindari baper  terhadap masalah dunia!

Apabila teman-teman sudah terlanjur jatuh hati/cinta terhadap seseorang. Maka berdoalah kepada Allah SWT, agar kelak ia menjadi jodohmu.

Saya sarankan untuk; Jatuh Cinta dalam Diam.

Karena ketika perasaan itu diungkapkan dan akhirnya berubah menjadi pacaran itu adalah perasaan yang dibawa setan.

Setan akan selalu menjadi pihak ketiga yang akan selalu mendekatkan kalian kepada zina.

Namun, apabila hal itu tidak diungkapkan dan menimbulkan perasaan yang sangat membani, maka perbanyaklah ibadah. Tujuannya adalah untuk menghindarkan teman-teman dari khayalan-khayalan tingkat tinggi yang dibawa oleh setan.

Baper Hukumnya Sunnah

Baper kepada hal yang positif ini ternyata hukumnya sunnah.

Lalu bagaimana baper yang positif?

Hal ini kaitannya dengan Akhirat.

Ketika teman-teman sedang ibadah, mengikuti kajian, sholat dan hal-hal lain yang mengetarkan hati karena mengingat akan dosa-dosa maka hukumnya sunnah untuk baper.

Baper yang seperti ini akan membuat iman teman-teman lebih baik. Kadar imannya naik dan hal ini membuat kita senantiasa semakin mengingat Allah SWT.

Kemudian baper yang positif ini akan membawa kita hijrah dari keburukan kepada kebaikan. Hal ini akan membuat ibadah teman-teman menjadi semakin baik dan khusyu.

Ketika kita sudah menikah, maka wajib hukumnya untuk membawa perasaan kita kepada pasangan suami / istri kita.

Karena hubungan rumah tangga ini sebisa mungkin harus baik. Karena itu nilai-nilai islam harus ditantamkan kepada keluarga kita di rumah.

Rasulullah SAW sendiri, sering baper apabila hal itu berkaitan dengan Khadijah.

Segala hal yang dimiliki oleh Khadijah  telah diberikan semuanya untuk membantu Nabi Muhammad berdakwah. Khadijah telah mengorbankan seluruh harta dan jiwanya untuk Rasulullah.

Dialah Khadijah radiallahu anha, salah satu wanita yang dijamin masuk surga selain Asiyah isteri Fir’aun, Maryam binti Imran, dan Fatimah Az-Zahra.

Dialah wanita yang sering membuat Rasulullah baper.

Dialah wanita yang memiliki sikap ‘wafa’ (habis-habisan) kepada Rasulullah. Khadijah habis-habisan untuk berjuang bersama Rasulullah. Cinta tanpa syarat.

Khadijah berikan segalanya untuk Rasulullah. Ia berikan hatinya. Ia berikan semuanya untuk Muhammad SAW.

Khadijah adalah orang pertama yang mendukung Nabi SAW sejak awal kenabian.

Kata Khadijah, ”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini.”

Nabi Muhammad SAW tidak mendapatkan sesuatu dari Khadijah, kecuali peneguhan bagi hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya.

Nabi Muhammad SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya.

Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal.

Ketika Rasulullah keluar dari rumahnya dan mendapati begitu banyak masalah, dan kemudian pulang ke rumah, maka hilanglah semua masalah Rasulullah ketika Khadijah memeluknya dan menenangkannya.

Rasulullah bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.”

[HR. Imam Ahmad dalam “Musnad”-nya, 6/118]

Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :”Jibril datang kepada Rasulullah, lalu berkata : ”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan.”

[Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaanya]

Kemudian apa yang terjadi ketika Khadijah meninggal?

Rasulullah masih baper (membawa perasaannya) kepada Khadijah. Bahkan sudah bertahun-tahun Siti Khadijah meninggal dunia, kebaikannya senantiasa dikenang dan disebut-sebutnya.

Sampai Siti ‘Aisyah sendiri, isteri yang amat dikasihi Rasulullah SAW dan yang mempunyai kedudukan istimewa di sisi beliau lebih dari istri-istri yang lain, konon sampai merasa cemburu kepada Siti Khadijah yang telah lama meninggal dunia, lebih cemburu dari pada terhadap madunya yang lain-lain yang masih hidup, karena mendengar sanjungan Nabi SAW yang tak habis-habisnya tentang kebaikan Siti Khadijah isteri yang amat berbudi  itu.

Rasulullah begitu cintanya kepada Khadijah, meskipun sudah tiada, kenangannya selalu ada dalam hatinya.

Begitulah baper yang diperbolehkan.

Baper kepada suami / istri lebih utama dari pada baper kepada seseorang yang bukan siapa-siapa. Apalagi pacar yang belum tentu jelas sampai kepada pelaminan.

Baper Hukumnya Wajib

Baper positif yang lain adalah baper ketika agamamu di hina.

Islam datang membawa kedamaian.

Namun, beberapa orang menyebar fitnah untuk menebar kebencian terhadap Islam. Hukumnya wajib baper. Bahkan sampai marah sekalipun.

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang akan selalu memusuhi umat Islam.

Dan sesungguhnya memerangi mereka adalah lahan jihad untuk umat muslim.

Baper ini positif.

Jika kita belum mampu memerangi, maka berdoalah semoga mereka yang menebar kebencian kepada Islam akan segera mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Berdoalah. Menangislah. Bawa seluruh perasaan ketika beribadah.

Insya allah. Ibadah kita akan lebih baik dan lebih khusyu dari biasanya.

Baper itu boleh, selama hal itu positif untuk Akhirat.

 

#semangatmenikah

 

Aku Mencintaimu Karena Allah

Aku Mencintaimu Karena Allah

Mungkin diantara kita sesama muslim sudah sering mendengar kalimat “Aku Mencintaimu Karena Allah”.

Ya. Kita bisa ucapkan kalimat ini kepada saudara-saudara muslim kita, bahkan hukumnya wajib. Ketika seseorang membuat kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka ia telah berikrar untuk saling mencintai satu sama lain.

Cinta adalah penghubung di antara kaum muslimin dan cinta adalah sebab dari indahnya ukhuwah dalam dekapan sesama Mukmin.

Ketika kita berbicara tentang cinta, maka sebaiknya kembali kepada ajaran Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam. Agama kita telah mengatur tentang cinta dan menjadikannya sebagai ruh dari semua amalan.

Cinta adalah bagian dari ibadah dan tidak akan pernah bisa dipisahkan.

Cinta adalah sebab pelukan erat seorang ibu kepada anak bayinya yang baru lahir.

Cinta adalah benih yang membuat peradaban kita masih ada sampai hari kiamat.

Cinta adalah kepingan rindu yang dibawa oleh seorang istri yang ditinggal suaminya safar.

Tanpa cinta, hati kering; bagaikan ladang yang tidak pernah diguyur hujan bertahun-tahun lamanya.

Adapun cinta yang paling berat timbangannya di Mizan, adalah cinta kepada Allah dan mencintai sesuatu karena Allah.

Dan adapun orang-orang yang paling beruntung di Yaumul Mizan adalah orang-orang yang dicintai oleh Allah.

 

Kisah Fathimah Binti Qais dan Kecintaannya Kepada Allah

Fathimah binti Qais adalah salah satu Shahabiyah (sahabat wanita) yang berpandangan luas. ia termasuk di antara wanita-wanita yang hijrah pada gelombang pertama.

Ketika Fathimah binti Qais telah habis masa ‘iddahnya dan dua orang laki-laki datang melamarnya, maka ia mengadu kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.

Fathimah binti Qais berkata,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya masa ‘iddahku telah selesai dan datang dua orang laki-laki melamarku. Mereka adalah Muawiyah dan Abu Jahm. Bagaimana pendapatmu, Rasulullah?”

Beliau Rasulullah berkata kepada Fathimah,

“Wahai Fathimah, Adapun Abu Jahm itu tidak cocok denganmu karena tongkatnya selalu berada di atas pundaknya. Ia biasa memukul istri. Sedangkan Mu’awiyah itu miskin (tidak memiliki banyak harta). Maka menikahlah saja dengan Usamah bin Zaid.” Fathimah berkata, “Aku awalnya enggan.” Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan, “Menikahlah dengan Usamah.” Akhirnya, aku memilih menikah dengan Usamah, lantas Allah mengaruniakan dengan pernikahan tersebut kebaikan. Aku pun berbahagia dengan pernikahan tersebut.

[HR. Muslim no. 1480]

Fathimah adalah seorang wanita yang cerdas dan cantik, terbukti dari kecantikannya itu datang dua orang laki-laki untuk melamarnya. Salah satu diantaranya adalah Mu’awiyah yang memiliki wajah tampan.

Namun, kecintaan Fathimah kepada Allah dan Rasulullah telah membawanya untuk menikah dengan Usamah. Padahal sebelumnya ia tidak menyukai Usamah.

Fathimah pun pernah berkata,

“Demi Allah pagi itu tidak ada laki-laki yang paling aku benci, melebihi bencinya aku kepada Usamah. Kenapa aku harus menikah dengannya? Tetapi karena aku mentaati perintah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, maka Allah jadikan Usamah menjadi laki-laki yang paling aku cintai.”

Fathimah pun merasakan kebagaiaan dari cintanya kepada Usamah karena Allah.

Semoga kita bisa mengambil faidah dari kisah ini. Kita perlu tahu, bahwasanya kecintaan dan kebencian ada ditangan Allah Azza wa Jalla. Allah akan memberikan cinta kepada yang mentaati-Nya dan Allah akan menanamkan saling benci kepada yang tidak mendurhakai-Nya.

Cinta dan benci harus dilandaskan karena Allah.

 

Aku Mencintaimu Karena Allah

Adapun kita sebagai seorang manusia katanya tidak bisa hidup tanpa cinta. Kita hidup untuk mencintai dan selalu ingin dicintai.

Kita terkadang lupa untuk memulai kisah cinta dari mana.

Teman-teman yang aku cintai, marilah untuk memulai cinta dengan mentaati Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.

Kita yang saat ini mungkin sedang lupa, mari mengingat hal ini kembali.

Beberapa waktu yang lalu, aku pun begitu. Aku pernah lupa bagaimana untuk mencintai dan dicintai, sampai aku ingat untuk memulainya dari Allah dan Rasulnya.

Sehingga aku pun tidak berharap cinta, kecuali dicintai dan diridhoi oleh Allah.

Aku pun kembali Allah dan Allah mempertemukan aku dengan seorang wanita muslimah. Ia adalah perempuan yang sangat asing dan aku tidak memiliki informasi sedikit pun tentangnya.

Lantas, aku takut untuk memilihnya.

Kemudian di antara rasa takut itu, Allah menggerakan hatiku untuk datang bertemu bapaknya.

Hingga akhirnya seorang perempuan itu pun tepat hari ini telah menjadi istriku.

Siapa yang menyangka?

Sebuah bahtera yang hampir karam, akhirnya menepi pada sebuah daratan. Ia telah ridho terombang-ambing di lautan yang menghancurkan dirinya perlahan. Rasa cintanya kepada Allah mengalahkan semua rasa sakit yang dideritanya.

Bahtera ini telah menemukan pelabuhan cinta pertama dan terakhirnya.

Terima kasih telah membuat hatiku berlabuh.

Wahai Istriku! Izinkan aku untuk pertama kali dan seterusnya berkata tentang ini.

Kataku,

“Aku mencintaimu karena Allah”

Semoga kita bisa saling mencintai karena Allah dan senantiasa mendapatkan pertolongan-Nya.

Aamiin.

 

Yogyakarta, 22 Maret 2020.

Ficky Septian Ali

 

Artikel ini ditulis untuk istriku tercinta, Nisa Husnainna.

 

Gambar: