Kaya atau Miskin, Mana yang Lebih Mulia di Sisi Allah?

Kaya atau miskin

Pilih Mana, Kaya atau Miskin?

Kaya atau Miskin – Di tengah masyarakat kita, sering terdengar ucapan yang mirip seperti ini: “Lebih baik miskin, kan nanti masuk surga lebih cepat.”

Tidak jarang, kata-kata itu dipakai untuk membenarkan kemalasan, seakan-akan memilih miskin adalah jalan mulia menuju surga.

Tapi benarkah demikian? Apakah miskin berarti otomatis mulia, sementara kaya berarti hina?

Apakah cepatnya masuk surga bagi orang miskin berarti surga hanya disediakan untuk mereka?

Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena tanpa pemahaman yang benar, seseorang bisa terjebak pada dalih yang menipu dirinya sendiri.

Faktanya, Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk merendahkan usaha, apalagi menjadikan kemiskinan akibat malas sebagai kebanggaan. Justru Islam menekankan bahwa setiap keadaan—miskin atau kaya—adalah ujian, dan dari situlah terlihat siapa yang lebih bertakwa.

Inilah yang akan kita bahas lebih dalam, agar kita tidak salah memahami sabda Nabi ﷺ tentang hisab orang kaya dan orang miskin di akhirat kelak.

Cepat Masuk Surga: Apakah Pasti Lebih Mulia?

Rasulullah ﷺ bersabda:

«يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُسْلِمِينَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ نِصْفَ يَوْمٍ، وَذَلِكَ خَمْسُ مِائَةِ سَنَةٍ»

“Orang-orang fakir dari umatku akan masuk surga 500 tahun lebih dahulu daripada orang-orang kaya.” [Ahmad no. 8521 — تراث Tirmidzi no.2353]

Dijelaskan bahwa kemiskinan adalah salah satu hal yang manusia berusaha lari darinya di dunia. Namun, meskipun begitu, siapa saja yang bersabar atas kemiskinan dan mengharap pahala darinya, maka sesungguhnya di dalamnya terdapat kebaikan besar bagi seorang muslim di akhirat.

Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang-orang fakir dari kalangan kaum muslimin — yakni mereka yang hidup dalam kekurangan dan kebutuhan, sehingga tidak mendapatkan kecukupan di dunia — akan masuk surga sebelum orang-orang kaya dengan jarak setengah hari, yaitu lima ratus tahun.”

Maksudnya, mereka masuk surga jauh lebih cepat dibandingkan orang-orang kaya, mungkin karena hisab orang fakir lebih ringan, sebab sedikit yang mereka miliki di dunia. Sedangkan orang-orang kaya, hisab mereka lebih panjang karena banyaknya harta dunia yang ada pada mereka.

Ini berarti kabar gembira bagi kaum fakir bahwa mereka akan masuk surga lebih cepat, sekaligus peringatan bagi orang kaya agar mempersiapkan diri untuk menghadapi perhitungan itu dengan cara mensucikan perolehan harta mereka.

Mengapa Hisab Orang Kaya Lebih Lama?

Logikanya sederhana: Semakin banyak harta, semakin banyak pertanyaan. Sebaliknya, orang miskin yang sedikit hartanya tentu lebih cepat selesai.

Seperti orang yang hanya membawa satu lembar dokumen ke pengadilan, ia lebih cepat selesai dibanding yang membawa seratus berkas. Tapi, bukan berarti hasil keputusan orang yang membawa seratus berkas lebih buruk.

Cepat-lambatnya itu bukan penentu derajat kebaikan.

Menyikapi Setiap Episode Kehidupan: Sikap Seorang Muslim terhadap Kaya dan Miskin

Inilah mengapa kekayaan bukan kehinaan. Justru ia bisa menjadi pintu kemuliaan. Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu membiayai pasukan Tabuk dengan kekayaannya. Abdurrahman bin Auf r.a. hartanya terus mengalir di jalan Allah. Mereka mungkin lebih lama dihisab, tetapi pintu surga terbuka lebar.

Inilah yang kemudian termasuk episode kehidupan yang hendaknya disikapi dengan benar agar memperoleh kebahagiaan, yaitu: bersyukur ketika mendapat nikmat.

Sebagaimana episode kehidupan yang lain, yang juga harus disikapi dengan benar agar tetap dalam kebahagiaan, yaitu: bersabar ketika ditimpa musibah.

Semua ini menunjukkan: siapa pun kita, posisi kita di hadapan Allah bukan ditentukan jumlah harta, tetapi apa yang kita lakukan dengannya.

10 Brand Muslim Rekomendasi Kami
10 Brand Muslim Rekomendasi Kami

[Baca Juga: 10 Brand Muslim Pria Rekomendasi dari Kami]

Jangan Jadikan Kemiskinan Sebagai Alasan Malas

Hati-hati ada dalih yang menipu. Mungkin ada orang menjadikan hadits tentang orang miskin lebih cepat masuk surga sebagai tameng untuk bermalas-malasan. “Biar miskin, yang penting cepat masuk surga.”

Padahal Nabi ﷺ berdoa agar dijauhkan dari kefakiran yang hina. Beliau tidak pernah mengajarkan untuk memilih miskin karena malas.

Kemuliaan seseorang diukur dari takwanya, bukan dari kekayaan atau kemiskinannya. Seorang kaya dermawan bisa lebih mulia daripada miskin yang malas, dan miskin yang sabar bisa lebih tinggi derajatnya daripada kaya yang kikir.

Jangan Takut Kaya, Jangan Bangga Malas

Maka jelaslah, cepat atau lambat hisab bukan ukuran kemuliaan. Kaya adalah amanah, miskin adalah ujian. Dua-duanya bisa mengantarkan ke surga dengan mulia.

Jangan takut menjadi kaya. Jangan pula bangga dengan kemiskinan jika itu lahir dari kemalasan.

Yang perlu kita takutkan hanyalah ketika keadaan—baik kaya atau miskin—membuat kita jauh dari Allah. Karena pada akhirnya, surga bukan tentang siapa yang lebih dulu masuk, tetapi siapa yang diridhai Allah untuk tinggal di dalamnya selamanya.

Itulah pesan yang harus kita ingat: Cepat-lambat hanya soal giliran, selamat-tidaknya itulah penentu kebahagiaan.

Thanks to our sponsors:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *