Kesabaran dalam Islam adalah sifat agung yang diperintahkan Allah Azza wa Jalla. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ manusia paling sabar tetap diperintahkan Allah untuk terus bersabar. Allah berfirman,
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dan sebagaimana bersabarnya rasul-rasul…” [QS. Al-Ahqaf: 35]
Dalil ini menunjukkan bahwa sabar adalah kunci keberhasilan seorang mukmin, bukan sekadar menahan diri, tetapi juga sikap batin yang mendekatkan kita kepada Allah.
Daftar Isi
Tingkatan Kesabaran dalam Islam
1. Sabar Saja (Menahan Gejolak)
Ini adalah tingkatan paling dasar, yaitu menahan diri dari keluh kesah saat ujian menimpa. Hukumnya wajib, karena tanpa kesabaran minimal ini, seseorang bisa jatuh pada dosa berupa keluh kesah, berteriak, atau bahkan menyalahkan takdir Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sabar itu (yang benar) adalah pada hantaman yang pertama.” [HR. Bukhari & Muslim]
Artinya, ketika musibah baru menimpa, seorang mukmin wajib menahan diri dari keluh kesah. Jika berhasil, ia akan mendapat pahala besar. Tapi bila gagal, justru bisa menghapus pahala.
Ilustrasi:
Seseorang kehilangan pekerjaan. Jika ia langsung berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”, maka ia sudah masuk dalam kategori sabar tingkat pertama ini.
2. Ridha (Menerima dengan Lapang Dada)
Tingkatan ini lebih tinggi dibanding sekadar menahan diri. Bukan hanya sabar menahan gejolak, tetapi hati menjadi tenang dan menerima ketentuan Allah dengan penuh keyakinan.
Allah berfirman,
“…Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” [QS. Al-Bayyinah: 8]
Ilustrasi:
Nabi Ayyub ‘alaihissalam adalah teladan dalam ridha. Beliau diuji dengan sakit menahun, kehilangan keluarga dan harta. Namun beliau tidak hanya sabar, melainkan ridha. Hatinya tetap penuh syukur dan doanya pun lembut.
Nabi Ayyub berdoa,
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” [QS. Al-Anbiya: 83]
Inilah ridha. Menerima takdir Allah dengan penuh ketenangan, tanpa kegelisahan hati.
3. Syukur (Mensyukuri Musibah)
Ini tingkatan sabar yang paling tinggi. Tidak hanya menerima, tetapi justru bersyukur atas musibah, karena meyakini bahwa pahala yang Allah siapkan lebih besar dari penderitaan yang dirasakan.
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Jika mendapat kesenangan ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ditimpa kesusahan ia bersabar, maka itu baik baginya.” [HR. Muslim]
Ilustrasi:
Para sahabat pernah berkata bahwa di akhirat nanti, orang-orang yang sedikit mendapat ujian akan berharap seandainya di dunia mereka banyak ditimpa musibah, hanya karena melihat besarnya pahala yang Allah berikan kepada orang-orang yang bersyukur dalam sabarnya.
Jenis-Jenis Sabar dalam Islam
Para ulama menyebutkan bahwa sabar terbagi menjadi tiga jenis utama. Ketiganya saling melengkapi dan harus dimiliki seorang mukmin dalam perjalanan hidupnya.
1. Sabar dalam Ketaatan Kepada Allah
Ini adalah sabar untuk tetap istiqamah menjalankan perintah Allah meski terasa berat. Shalat tepat waktu, bangun malam, berpuasa, menunaikan zakat—semuanya butuh kesabaran.
Allah berfirman,
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya…” [QS. Thaha: 132]
Ilustrasi:
Seorang ayah yang tetap membangunkan anak-anaknya untuk shalat Subuh meski mereka mengantuk. Ia sabar karena tahu shalat adalah kewajiban yang harus ditegakkan.
Sabar dalam ketaatan berarti konsisten. Tidak cukup sekali rajin, tapi terus menerus meski lelah, malas, atau sibuk. Sabar dalam ketaatan adalah sabar menjalankan perintah Allah meskipun berat.
2. Sabar dalam Menjauhi Maksiat
Menahan diri dari dosa seringkali lebih berat daripada sabar dalam ketaatan, karena maksiat biasanya tampak indah dan menggoda.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Surga diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka diliputi dengan syahwat.” [HR. Muslim]
Ilustrasi:
Nabi Yusuf ‘alaihissalam menolak ajakan Zulaikha. Beliau berkata, “Aku berlindung kepada Allah…” [QS. Yusuf: 23]
Padahal pintu terkunci dan godaan begitu kuat, tetapi beliau sabar menjaga diri.
3. Sabar dalam Menghadapi Ujian
Ini adalah sabar yang paling sering dibicarakan. Musibah bisa berupa kehilangan orang tercinta, sakit, kesulitan ekonomi, atau ujian hidup lainnya.
Menerima cobaan dengan keyakinan bahwa itu adalah ketetapan Allah. Allah berfriman, “Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.” [QS. Al-Baqarah: 155]
Ilustrasi:
Nabi Ya‘qub ‘alaihissalam ketika kehilangan putranya, Yusuf. Beliau berkata, “Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya…” [QS. Yusuf: 18]
Sabar Karena Apa? Pilihan atau Terpaksa?
Dalam kehidupan, sabar bisa hadir dalam dua bentuk:
1. Sabar Ikhtiari (Pilihan)
Sabar yang dipilih secara sadar, meskipun sebenarnya seseorang masih punya alternatif untuk tidak bersabar. Inilah sabar yang lebih utama, karena datang dari kekuatan iman dan ketaatan kepada Allah.
Contoh nyata bisa kita lihat dari kisah Nabi Yunus ‘alaihissalam. Beliau menghadapi kaumnya yang membangkang, dan saat itu Nabi Yunus memiliki pilihan untuk tetap bersabar menghadapi penolakan mereka.
Apabila Nabi Yunus memilih untuk bersabar lebih lama bersama umatnya, maka ini termasuk sabar ikhtiari yang nilainya tinggi di sisi Allah. Namun, beliau memilih meninggalkan kaumnya sebelum mendapat izin Allah.
Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa sabar pilihan meski berat dari sisi sebab pada hakikatnya lebih utama.
2. Sabar Idhtirari (Terpaksa)
Sabar yang muncul karena tidak ada pilihan lain. Ini terjadi ketika seseorang berada dalam kondisi yang tidak bisa ia hindari, sehingga ia “terpaksa” bersabar.
Kisah Nabi Yunus pun menggambarkan hal ini. Setelah meninggalkan kaumnya, beliau ditelan oleh ikan besar. Di dalam perut ikan itu, beliau tidak punya pilihan selain bersabar dan berdoa. Saat itulah beliau berdoa dengan doa yang masyhur:
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Laa ilaaha illa anta subhaanaka inni kuntu minaz-zalimin (Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.) [QS. Al-Anbiya: 87]
[Baca Juga: Istiqomah dalam Menjalankan Syariat Islam]
Dalil Keutamaan Sabar
Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [QS. Az-Zumar: 10]
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sabar itu pada saat pertama kali tertimpa musibah.” [HR. Bukhari, Muslim]
Doa-Doa Ketika Bersabar
Berikut doa-doa yang diajarkan Rasulullah ﷺ dan para salaf untuk memperkuat kesabaran.
1. إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.” [QS. Al-Baqarah: 156]
2. قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qaddarallahu wa ma syaa’a fa‘al. “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.” [HR. Muslim]
3. الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Alhamdulillahi ‘ala kulli hal. “Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan.” [HR. Ibnu Majah, Hasan]
4. اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
Allahumma ajirni fi musibati wakhluf li khairan minha.
Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantikan untukku dengan yang lebih baik darinya.” [HR. Muslim]
5. اللَّهُمَّ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
Allahumma afrig ‘alayna sabra.
“Ya Allah, limpahkanlah kesabaran kepada kami.” [QS. Al-Baqarah: 250]
6. اللَّهُمَّ ارْبِطْ قَلْبِي
Allahumma rabith qalbi. “Ya Allah, teguhkanlah hatiku.” [QS. Al-Kahfi: 14, QS. Al-Qashash: 10]
Doa agar diberikan ketenteraman hati dan dihilangkan kesedihan
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، اِبْنُ عَبْدِكَ، اِبْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.
ALLOOHUMMA INNI ‘ABDUK, IBNU ‘ABDIK, IBNU AMATIK, NAASHIYATII BIYADIK, MAADHIN FIYYA HUKMUK, ‘ADLUN FIYYA QODHOO-UK. AS-ALUKA BIKULLISMIN HUWA LAK, SAMMAYTA BIHI NAFSAK, AW ANZALTAHU FII KITAABIK, AW ‘ALLAMTAHU AHADAN MIN KHOLQIK, AWISTA’TSARTA BIHI FII ‘ILMIL GHOIBI ‘INDAK. AN TAJ’ALAL QUR’AANA ROBII’A QOLBII, WA NUURO SHODRII, WA JALAA-A HUZNII, WA DZAHAABA HAMMII. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba laki-laki-Mu (yaitu, ayah), dan anak dari hamba perempuan-Mu (yaitu, ibu). Ubun-ubunku di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku padaku, ketentuan-Mu kepadaku pasti adil. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau miliki, yang Engkau namakan Dirimu sendiri dengan nama tersebut, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu. Aku mohon jadikan Al-Quran sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka, dan penghilang kesedihanku. [HR. Ahmad, 1: 391 dan 1: 452, sahih]
Semakin Pedih, Semakin Nikmat
Semakin berat ujian, semakin besar pahala kesabaran. Bahkan ahli surga yang tidak banyak diuji akan berharap pernah ditimpa musibah di dunia, hanya karena melihat besarnya pahala yang Allah berikan bagi orang-orang yang sabar.
Sabar adalah jalan menuju surga. Ia bukan pasrah, melainkan kekuatan jiwa yang penuh ikhtiar dan tawakal. Dan sesungguhnya, hanya dengan pertolongan Allah-lah seorang hamba bisa bersabar.
Image:
Follow Kami di