Apakah Menghafal Al-Qur’an Masih Relevan di Era Aplikasi Digital?

Apakah Menghafal Al-Qur’an Masih Relevan di Era Aplikasi Digital?

Belakangan ini, muncul sebuah pernyataan yang cukup provokatif: “Menghafal Al-Qur’an sudah tidak relevan di era teknologi. Toh sekarang tinggal cari di aplikasi, langsung ketemu.”

Dalam kerangka Product Management, pernyataan seperti ini disebut sebagai asumsi. Dan setiap asumsi seharusnya diuji dengan data, bukan hanya sekadar opini. Mereka yang berani mengangkat statement tersebut mungkin melihat tren: aplikasi Al-Qur’an semakin banyak, akses semakin mudah, dan seolah-olah hafalan menjadi tidak lagi penting.

Namun mari kita jawab dengan logika yang sama, melalui counter assumption.

Dalam dunia produk, ada konsep yang disebut Product Retirement. Produk digital bisa saja dihentikan atau ditarik dari pasaran. Banyak aplikasi besar yang akhirnya berhenti beroperasi, baik karena kekurangan dana, perubahan regulasi, kebijakan perusahaan, hingga bencana pada infrastruktur server. Data sudah menunjukkan bahwa siklus hidup aplikasi digital relatif singkat.

Artinya, jika Al-Qur’an hanya disandarkan pada aplikasi, maka keberlangsungannya tergantung pada faktor yang rapuh: perangkat, internet, atau entitas bisnis di belakangnya. Di sisi lain, hafalan adalah bentuk redundancy system yang paling tahan lama. Sejarah membuktikan, hafalan menjaga Al-Qur’an tetap autentik selama lebih dari 14 abad—bahkan sebelum ada mesin cetak, listrik, atau internet.

Dalam bahasa product management, hafalan adalah bentuk distributed system: jutaan penghafal tersebar di berbagai belahan dunia, saling mengoreksi, memastikan integritas teks tanpa perlu satu server pusat. Ini adalah resilience strategy yang tidak bisa ditandingi teknologi mana pun.

Allah sendiri menegaskan:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami pula yang benar-benar menjaganya.” [QS. Al-Hijr: 9]

Bahkan lebih jauh, penjagaan ini diwujudkan melalui manusia:

“Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu…” [QS. Al-Ankabut: 49]

Rasulullah ﷺ juga menyebutkan bahwa penghafal Al-Qur’an akan dimuliakan di akhirat, diberi mahkota cahaya, serta diangkat derajat keluarganya. Artinya, menghafal bukan sekadar tradisi spiritual, tetapi bagian dari mekanisme penjagaan ilahi.

Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia produk, saya melihat bahwa hafalan adalah solusi long-term resilience. Jika produk digital selalu punya siklus hidup terbatas, maka Al-Qur’an melalui hafalan adalah evergreen system yang sudah terbukti bertahan lintas generasi.

Dengan kata lain, klaim bahwa “menghafal tidak relevan di era teknologi” justru terbalik: teknologi-lah yang rapuh dan sementara, sedangkan hafalan adalah desain ketahanan paling visioner—dibangun langsung oleh Allah SWT.

#PMTalks #ShariaLifeStyleGeek #ProductManagement #AlQuran #Resilience

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *